RASIO.CO, Batam – Koalisi Rakyat Batam hingga sejumlah buruh di Batam menggelar aksi demo menolak Permenaker Nomor 5 tahun 2023 di depan kantor Walikota Batam, Selasa (21/3).

Sebagaimana diketahui, di tengah upaya buruh di Indonesia memperjuangkan penolakan Omnibus Law dan undang-undang Cipta kerja, Kemenaker Republik Indonesia justru mengeluarkan Permenaker nomor 5 tahun 2023.

Adapun isi dalam Permenaker nomor 5 tahun 2023 tentang pengaturan jam kerja dan juga upah bagi perusahaan padat karya yang berorientasi yang terdampak perubahan ekonomi global, bisa melakukan pengaturan waktu kerja yang disesuaikan dengan pembayaran Upah.

Penyesuaian waktu kerja sebagaimana dimaksud dilakukan tujuh jam sehari dan 40 jam seminggu.  Selanjutnya, penyesuaian juga bisa dilaksanakan dengan enam hari kerja dalam seminggu, delapan jam sehari dan 40 jam satu minggu.




Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah ekerja atau buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa  diterima, atau dipotong sebesar 25 persen.

Dikutip tribunbatam, Adapun industri yang disebutkan dalam Permenaker tersebut yang terdampak ekonomi global yakni :

1. Industri tekstil dan pakaian jadi

2. Industri alas kaki

3. Industri kulit dan barang kulit

4. Industri furnitur, dan

5. Industri mainan anak.

Permenaker nomor 5 tahun 2023 ini di terbitkan dan ditetapkan oleh Kementerian ketenagakerjaan di Jakarta pada 8 Maret 2023.

Menanggapi hal tersebut Ketua FSPMI Kota Batam, Yafet Ramon, mengatakan, dikeluarkan Permenaker 5 tahun 2023 membuat kondisi buruh saat ini sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Ramon mengatakan, saat ini buruh sedang berjuang melakukan penolakan omnibuslaw cipta kerja, namun malah Menaker mengeluarkan aturan baru.  Buruh Kota Batam pun mengecam keras dikeluarkannya Permenaker 5 Tahun 2023. 

Permenaker yang dikeluarkan menurut buruh sangat  bertentangan dengan UU serta PP yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sendiri.  Di samping itu, Permenaker tersebut tidak jelas dan rentan disalahgunakan oleh pengusaha untuk membayar upah murah. 

Selain itu, produk ekspor kurs yang digunakan adalah dollar atau euro, sedang upah buruh dibayar dengan rupiah.Jika upah buruh dikurangi 25 persen, maka hal tersebut mengeksploitasi tenaga buruh.

“Dengan tegas kita menolaknya, meski aturan itu tidak menyangkut perusahaan manufacturing. Tetapi hal ini bisa disalahgunakan oleh perusahaan yang ada di luar kawasan,” katanya.

Di samping itu aturan tersebut juga menimbulkan kecemburuan sosial dengan perusahaan tekstil lokal, contoh yang hasil produksinya beredar di Indonesia.

***

Print Friendly, PDF & Email

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini